JAKARTA - Kabar membanggakan datang dari Jawa Timur.
Dua daerah di provinsi ini, Kabupaten Ponorogo dan Kota Malang, resmi menorehkan prestasi di panggung internasional dengan bergabung ke dalam UNESCO Creative Cities Network (UCCN) 2025.
Pengumuman resmi tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, bertepatan dengan World Cities Day 2025, bersamaan dengan 56 kota baru lain yang menjadi bagian dari jaringan kreatif global itu.
Langkah ini menegaskan semakin kuatnya posisi Indonesia dalam ekosistem ekonomi kreatif dunia. Ponorogo diakui sebagai Creative City of Craft and Folk Art, sedangkan Malang dinobatkan sebagai City of Media Arts. Dengan bergabungnya dua daerah tersebut, kini Indonesia memiliki total tujuh kota yang tercatat dalam jaringan UCCN, yang menaungi 408 kota dari lebih 100 negara.
Audrey Azoulay dalam keterangannya menegaskan bahwa jaringan kota kreatif menjadi bukti bahwa budaya dan industri kreatif mampu menjadi motor pembangunan berkelanjutan.
“Kota-Kota Kreatif UNESCO menunjukkan bahwa budaya dan industri kreatif dapat menjadi penggerak nyata bagi pembangunan.
Dengan menyambut 58 kota baru, kami memperkuat jaringan di mana kreativitas mendukung inisiatif lokal, menarik investasi, dan mempromosikan kohesi sosial,” ujar Audrey melalui keterangan resmi UNESCO.
Ponorogo dan Malang Jadi Simbol Inovasi Kreatif Indonesia
Pencapaian Ponorogo dan Malang bukan terjadi secara kebetulan. Keduanya berhasil melewati serangkaian proses seleksi nasional yang ketat untuk nominasi anggota UCCN 2025.
Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) berperan sebagai representasi nasional, sementara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) ditunjuk sebagai focal point utama dalam pendampingan proses penilaian dan penyusunan dokumen.
Menurut Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa potensi kreatif daerah di Indonesia mampu bersaing di kancah global.
“Keberhasilan Ponorogo dan Malang menjadi bagian dari UNESCO Creative Cities Network membuktikan bahwa potensi ekonomi kreatif Indonesia mampu bersaing di tingkat global. Ini bukan hanya prestasi daerah, tetapi juga bagi seluruh ekosistem kreatif nasional,” ujarnya.
Dalam tahap seleksi, Kemenekraf bersama KNIU membentuk Panitia Seleksi Nasional yang menyusun kriteria penilaian, melakukan sosialisasi ke pemerintah daerah, serta memberikan pendampingan teknis dalam penyusunan dossier UCCN. Tahapan panjang tersebut memastikan setiap daerah yang diajukan memiliki kesiapan untuk bersaing di tingkat internasional.
Kolaborasi Hexahelix Perkuat Ekosistem Kreatif Nasional
Dalam proses menuju keanggotaan UNESCO, Kemenekraf tak hanya berperan sebagai fasilitator, tetapi juga penggerak kolaborasi lintas sektor. Pemerintah bekerja sama dengan berbagai kementerian, lembaga, akademisi, komunitas kreatif, pelaku industri, hingga media untuk memperkuat fondasi kreativitas di tingkat lokal.
Pendekatan ini dikenal dengan model kolaboratif hexahelix, yang menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, dunia usaha, komunitas, akademisi, media, dan masyarakat. Strategi ini terbukti efektif dalam mendorong daerah untuk mengembangkan keunggulan lokalnya secara berkelanjutan dan inklusif.
Menekraf Riefky menambahkan, pencapaian Ponorogo dan Malang selaras dengan arah kebijakan RPJMN 2025–2029, yang menempatkan ekonomi kreatif sebagai sektor strategis untuk pertumbuhan nasional.
“Kami melihat kreativitas lokal sebagai energi baru pembangunan. Dari seni rakyat Ponorogo hingga inovasi digital Malang, semuanya merepresentasikan semangat The New Engine of Growth, pertumbuhan yang berangkat dari kreativitas dan keberagaman budaya di mulai dari daerah,” katanya.
Jejak Indonesia dalam UNESCO Creative Cities Network
Sebelum Ponorogo dan Malang, Indonesia telah menempatkan lima kota lain dalam jaringan kota kreatif dunia. Pekalongan lebih dulu diakui pada 2014 untuk kategori Craft and Folk Art, disusul Bandung (Desain) pada 2015, Ambon (Musik) pada 2019, Jakarta (Sastra) pada 2021, dan Surakarta (Kriya dan Seni Rakyat) pada 2023.
Kini, dengan masuknya dua kota tambahan, Indonesia resmi memiliki tujuh kota kreatif yang menjadi bagian dari jaringan global tersebut. Kehadiran Ponorogo dan Malang semakin memperkuat citra Indonesia sebagai pusat ekonomi kreatif di Asia Tenggara.
UCCN 2025: Jaringan Global Kreativitas dan Inovasi
Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2004, UNESCO Creative Cities Network (UCCN) telah menjadi wadah penting bagi kota-kota di seluruh dunia untuk berkolaborasi dalam bidang budaya, ekonomi kreatif, dan pembangunan berkelanjutan.
Jaringan ini terbagi dalam tujuh bidang utama: Crafts and Folk Art, Design, Film, Gastronomy, Literature, Media Arts, dan Music. Pada tahun 2025, UNESCO menambahkan kategori baru, yakni Creative Cities of Architecture, untuk memperluas ruang ekspresi dan inovasi global.
Selain Ponorogo dan Malang, beberapa kota lain yang turut bergabung dalam daftar tahun ini antara lain Al-Madinah Al-Munawwarah (Gastronomy), Kuala Lumpur (Design), Kyiv (Music), New Orleans (Music), Varna (Media Arts), dan Quanzhou (Gastronomy).
Simbol Pengakuan Dunia atas Keunggulan Kreatif Lokal
Masuknya Ponorogo dan Malang ke dalam jaringan kota kreatif dunia tidak hanya menjadi prestasi simbolis, tetapi juga peluang konkret untuk mengembangkan kolaborasi internasional. Melalui UCCN, kedua daerah dapat bertukar pengetahuan, mengadakan proyek lintas budaya, dan menarik investasi baru di bidang industri kreatif.
Dengan keunikan budaya Reog Ponorogo yang sudah mendunia dan pesatnya inovasi digital di Malang, keduanya diharapkan dapat menjadi role model bagi kota-kota lain di Indonesia untuk mengembangkan potensi lokal berbasis kreativitas.
Pencapaian ini menandai langkah penting bagi Indonesia menuju ekonomi berbasis inovasi dan budaya, sekaligus mempertegas posisi Tanah Air sebagai bagian penting dari jaringan kota kreatif dunia yang berkomitmen pada keberlanjutan, inovasi, dan inklusivitas global.